Kamis, 06 Des 2007
SPBU Dibagi Tiga Jenis
JAKARTA - Mulai tahun depan, konsumen harus jeli jika masuk pom bensin. Bersamaan dengan penerapan kebijakan pengurangan premium bersubsidi, pemerintah akan mendesain ulang jenis BBM yang dijual SPBU.
Dirjen Migas Departemen ESDM Luluk Sumiarso menjelaskan, nanti ada tiga jenis pom bensin, yakni pom bensin yang hanya menjual premium oktan 88 (premium bersubsidi yang sekarang dijual di semua SPBU), hanya menjual premium oktan 90 (BBM baru), dan menjual keduanya. "Pemerintah akan membatasi pom bensin di wilayah tertentu yang boleh menjual premium oktan 88 yang kini disubsidi," jelasnya kemarin.
Pom bensin yang berada di jalan protokol, perumahan elite, dan jalan tol tidak lagi menjual premium oktan 88, tapi hanya menjual premium oktan 90. Pom bensin lain tetap menjual premium oktan 88 atau menjual keduanya, oktan 88 dan oktan 90.
Luluk yang juga dikenal sebagai salah satu tokoh karawitan itu menegaskan, prinsip program pembatasan premium bersubsidi adalah keadilan. "Artinya, masyarakat yang tergolong mampu diarahkan membeli premium oktan 90 yang lebih mahal, sedangkan yang tidak mampu boleh membeli oktan 88 (premium bersubsidi)," tegasnya. Dengan tidak ada pemaksaan terhadap konsumen premium tersebut, pemerintah berharap tidak timbul gejolak sosial saat program dilaksanakan.
Luluk juga mengatakan, premium oktan 90 masih akan mendapatkan subsidi. Namun, jumlahnya kecil dan tetap. Dengan mekanisme subsidi tetap, harga premium oktan 90 akan berubah-ubah mengikuti harga pasar. Kalau harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) mencapai USD 82 per barel, harga premium oktan 90 berkisar Rp 6.750 per liter. "Pemerintah akan menentukan formula subsidinya, sedangkan penentuan harga bisa dilakukan pemerintah atau Pertamina," jelasnya. Luluk juga menambahkan, perusahaan seperti Shell atau Petronas bisa saja menjual premium oktan 90, namun tidak akan mendapatkan subsidi.
Saat dikonfirmasi, Deputi Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina Hanung Budya mengatakan, Pertamina juga mengajukan usul tiga harga premium bersubsidi oktan 90 yang disesuaikan dengan perkiraan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) pada 2008.
Kisaran harga yang ditawarkan Rp 5.500 sampai Rp 7.400 per liter. Subsidi pemerintah untuk premium oktan 90 diusulkan tetap, yaitu Rp 500 per liter. Untuk ICP USD 70 per barel, Pertamina memperhitungkan harga pasar premium oktan 88 Rp 5.600 per liter, harga pasar premium oktan 90 Rp 5.900 per liter sehingga harga jual premium oktan 90 yang diajukan adalah Rp 5.500. Pada ICP USD 80 per barel, Pertamina mengajukan harga premium oktan 90 Rp 6.200 per liter dengan patokan harga pasar premium oktan 88 Rp 6.600 per liter, sedangkan harga pasar premium oktan 90 Rp 6.600 per liter.
Pada ICP USD 90 per barrel, Pertamina mengajukan harga premium oktan 90 Rp 7.100 per liter dengan perkiraan harga pasar premium oktan 88 Rp 7.300 dan harga pasar premium oktan 90 Rp 7.400 per liter. "Namun, usul itu baru dibahas di internal Pertamina dan belum diajukan ke pemerintah," ujar Hanung.
Dalam usul Pertamina juga disebutkan pengalihan pemakaian premium bersubsidi oktan 88 ke oktan 90 dilakukan bertahap mulai tahun 2008 sampai 2010. Tahun 2008, Pertamina mengusulkan pengalihan premium dilakukan di DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Batam, dan Bali. Tahun 2009, pengalihan ditargetkan sudah dilakukan di seluruh Jawa dan tahun 2010 mencapai Sumatera dan Kalimantan.
Selain faktor jumlah pemakaian, Pertamina mempertimbangkan kesiapan infrastruktur tangki timbun dan tempat pengisian. Di Jabodetabek, Pertamina akan menghilangkan premium oktan 88 di 20 ruas jalan tol. Kawasan perumahan elite, seperti Pondok Indah, Kelapa Gading, Bumi Serpong Damai, dan Menteng, menjadi target pengalihan.
Pada kesempatan terpisah, Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta menjamin, meskipun Premium oktan 90 diluncurkan, pemerintah menjamin tidak akan menaikan harga premium bersubsidi. "Sampai akhir pemerintahan SBY, tidak ada kenaikan harga premium," ujar Paskah setelah memberikan paparan dalam Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2007 di Jakarta Convention Centre (JCC) kemarin (5/12).
Saat ini, jelas Paskah, beban subsidi BBM di luar listrik yang ditanggung pemerintah Rp 60 triliun. Ditambah listrik, jumlahnya naik menjadi Rp 87 triliun. Itu didasarkan pada asumsi harga minyak per barel USD 60. Harga seliter premium di pasar dunia saat ini, jika dirupiahkan, adalah Rp 6.500, sedangkan harga premium di Indonesia Rp 4500. Berarti pemerintah mensubsidi konsumen Rp 2.000.
Kalau subsidi tetap dipaksakan, Paskah memprediksi, uang negara yang bakal dikucurkan itu bisa membengkak sampai Rp 150 triliun hingga Rp 160 triliun. "Itu angka yang fantastis, hampir seperempat nilai APBN," tambah Paskah.
Pembatasan pemakaian premiun, jelas Paskah, akan dilakukan secara bertahap mulai dari Jabodetabek yang mengonsumsi 5 juta kiloliter premium, mendominasi pemakaian premium di Indonesia sebanyak 17 juta kiloliter. Diharapkan Rp 6 triliun uang negara dihemat dari tahap coba-coba di Jabodetabek mulai awal 2008.
Menurut Paskah, pihaknya sedang menelaah operasionalisasi kebijakan tersebut. "Pasti ada dampak. Bisa saja orang beramai-ramai ngantre," ujar Paskah. Penolakan masyarakat dengan cara beramai-ramai turun ke jalan pun tak mustahil terjadi.
Jika program substitusi premium berhasil, Paskah mengungkapkan kebijakan serupa akan diberlakukan pada solar maupun kerosene. (ein/kim
Sumber Berita : Indo Pos Online
Link Berita : http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail&id=9655
Tidak ada komentar:
Posting Komentar